Papua dalam kondisi darurat kemanusiaan mulai dari pembunuhan melalui makanan yang diracuni, pembunuhan dan penembakan dengan motif kriminalisasi, kecelakaan tabrak lari, miras hingga melalui penyebaran penyakit HIV/AIDS dan pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit. Pembunuhan demi pembunuhan ini terjadi mengakibatkan orang asli Papua menjadi minoritas di atas tanahnya sendiri. Di Papua kondisi berbagai rumah sakit sangat-sangat memprihatinkan sekali salah satu contoh adalah rumah sakit umum daerah Wamena. RSUD Wamena ini merupakan rumah sakit rujukan di wilayah pegunungan tengah Papua namun,berbagai fasilitas kesehatan sangat tidak memadai ketersediaan obat-obatan tidak memadai sehingga pasien harus membeli obat di apotik luar, ruang pasien yang tidak diperhatikan kebersihannya dan fasilitas seperti, tempat di tidur pasien, WC tidak berfungsi dan ketersediaan air bersih tidak memadai, sampah berserakan hingga sistem administrasi yang ribet dalam kondisi rumah sakit yang seperti ini membuat pasien yang berkunjung untuk mendapatkan jaminan kesehatan malahan bertambah sakit karena, kondisi lingkungan hingga fasilitas dan proses administrasi. Kondisi ini kemungkinan terjadi juga di setiap rumah sakit di seluruh tanah Papua. Dengan kondisi ini setelah sakit secara fisik kemudian kondisi ini membuat pasien sakit secara psikologi sehingga otomatis pasien akan merasa tertekan hingga sakit penyakitnya semakin bertambah bahkan berakibat sampai harus mengakhiri hidup karena kondisi dan keadaan yang demikian. Dengan demikian setiap tahunnya pastinya angka kematiaan akan meningkat drastis. Ini pun hanya kematian yang di yang berakibat dari buruknya pelayanan kesehatan belum lagi yang mati akibat minuman keras beralkohol, motif tabrak lari, penembakan dan pembunuhan, keracunan makanan dan ada pula yang mati akibat perang suku. Perang yang didesain untuk konflik horizontal antar orang asli Papua dan bisnis militer Indonesia. Kondisi ini ketika dibayangkan setiap harinya OAP mati dalam jumlah berapa banyak mungkin saja bisa ratusan dalam sehari, belum sebulan dan setahun dan seterusnya. Singkat cerita pembunuhan Orang Asli Papua sedang dirancang sedemikian rupa dengan berbagai motif dan terutama kondisi setiap rumah sakit di seluruh tanah Papua sudah tidak lagi sebagai sarana publik untuk orang yang sakit agar dilayani hingga sakit penyakit bisa disembuhkan sebagaimana yang diharapkan bersama. Baca juga : Fasilitas Kesehatan Kurang Memadai di RSUD Wamena Sebagai Cermin Kegagalan OTSUS dan Pemerintah Indonesia Namun, semua itu jauh dari harapan namun secara nyata dapat dikatakan rumah sakit sebagai rumah sakit pencabutnya manusia khususnya Orang Asli Papua. Semua apa yang diulas diatas tidak terlepas dari sistem kolonialisme dan kapitalisme Papua. Sistem ini yang kemudian membuat rumah sakit yang adalah sebagai sarana publik untuk menanggulangi setiap sakit penyakit agar bisa sembuh namun berubah menjadi rumah sakit pencabut nyawa manusia khususnya Orang Asli Papua. Sistem ini bekerja lebih mengedepankan keuntungan individu sebesar - besarnya untuk memperkaya diri sendiri tanpa mengedepankan aspek kemanusiaan sehingga perlu diperlakukan selayaknya manusia yang juga mempunyai hak untuk mendapat pelayanan yang baik, hidup sehat dan hak untuk hidup. Dengan kondisi seperti demikian maka, rumah sakit saat ini tidak akan perna menjamin akan kesembuhan dan sakit penyakit yang diderita hingga berujung Pada kematian terutama orang asli Papua. Dengan demikian orang Papua dilarang sakit atau dalam artian orang Papua dilarang melakukan tindakan-tindakan yang membuat kita sakit sebab, tentu saja jika kita sakit harapan untuk kita puli dari penyakit sangat kecil namun, harapan untuk kita mati sangat besar untuk itu orang Papua dilarang Sakit. Namun, terlepas dari semua itu sesuai fakta sejarah Bangsa Papua yang mana telah mendeklarasikan kemerdekaan pada 1 Desember 1961 yang kemudian dianeksasi oleh Indonesia hingga terjadi rekayasa sejarah Pepera 1969 yang dilakukan oleh Amerika, Belanda dan Indonesia yang dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi politik Indonesia dan kapitalisme global yang menjadikan Papua sebagai tameng dari ancaman serangan negara-negara Pasifik dan Eropa dan kepentingan eksploitasi sumber daya alam di Papua. Hal-hal seperti demikian dapat kita jumpai dengan hadirnya PT. Freeport pada tahun 1967 dua tahun sebelum pepera 1969 dilaksanakan yang melakukan penambangan secara besar-besaran, proses eksploitasi minyak, gas serta proses industrialisasi melalui penanaman kelapa sawit di Sarmi dan Merauke yang dilakukan tanpa memperhatikan kerusakan lingkungan, hak tanah masyarakat adat, tempat sakral hingga demi mengamankan kepentingan kolonialisme Indonesia dan Kapitalisme global militer Indonesia dimanfaatkan untuk menjadi anjing penjaga hingga melahirkan pembunuhan, pemerkosaan, penembakan dan berbagai pengkondisian konflik horizontal antar masyarakat oleh militer Indonesia. Baca juga : RSUD Wamena : Antara Rumah Sakit Pencabut Nyawa dan Penyedia Layanan Kesehatan Praktek penindasan seperti demikian tidak hanya sebatas itu namun, sampai pada sistem pendidikan yang didesain untuk mengkapitalisasi dan sistem pelayanan kesehatan yang sangat buruk, hingga sistem dan berbagai macam cara yang dapat kita jumpai di Papua. Dengan meninjau proses kolonialisasi, kapitalisasi dan fakta sejarah bangsa Papua hingga dihubungkan dengan realitas yang saat ini terjadi dalam berbagai aspek kehidupan orang Papua saat ini adalah murni penindasan atau penjajahan yang terstruktur dan tersistematis yang dilakukan oleh kolonialisme Indonesia dan sistem kapitalisme global dan tuan Imperialisme. Dengan demikian untuk mengakhiri semua ini adalah ini rakyat Papua harus sadar dan bersatu dan lawan berbagai penindasan dan memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua dan disamping itu juga perlu mempersiapkan sebuah konsep pemerintahan pasca merdeka yang anti kapitalisme dan Kolonialisme dan mengedepankan kolektivitas bagi seluruh orang Papua.
0 Komentar