Otsus atau Undang-Undang No. 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus merupakan undang-undang yang disahkan pada 21 November 2001 terhitung sebelas (11) hari setelah Theys Hiyo Eluay dibunuh secara misterius oleh Kopassus pada 10 november 2001.
Undang-undang ini lahir pasca rezim orde baru digulingkan dan lahirnya sistem reformasi dimana pada saat itu ruang demokrasi dibuka seluas-luasnya dan bertepatan dengan momen ini para intelektual Papua dibawah pimpinan Theys Hiyo Eluay dan beberapa pejuang lain menghadap presiden BJ. Habibie pada tahun 1999 melalui yang dikenal dengan tim 100 untuk membawah aspirasi rakyat Papua dalam hal nasib status politik Papua sebagai sebuah bangsa yang telah merdeka 1 desember 1961. Namun implementasi kebijakan dari aspirasi tersebut pemerintah Indonesia mengemas Undang-Undang No 21 tahun 2001. Dengan demikian status Otonomi Khusus untuk provinsi Papua dan Papua Barat saat ini tidak terlepas dari persoalan politik Rakyat Bangsa Papua.
Selain itu OTSUS juga merupakan upaya mengalihkan atau perkawinan paksa oleh pemerintah Indonesia atas aspirasi rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri secara politik dan mengatur masa depannya sebagai sebuah bangsa dan negara yang berdaulat penuh. Dengan demikian OTSUS juga merupakan salah satu kebijakan politik pemerintah Indonesia untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI agar kepentingan negara-negara kapitalis seperti Amerika, Inggris dan lain untuk terus melakukan eksploitasi kekayaan alam di Papua dan demi kepentingan politik Indonesia sebagai negara kolonial.
Karena, dengan adanya muatan kepentingan ekonomi dan politik sehingga secara nyata berdampak pada implementasi OTSUS di Papua mulai dari sistem birokrasi di Papua, perebutan dan penguasaan hak tanah-tanah adat, layanan pendidikan dan kesehatan hingga perlindungan Hak Asasi Manusia yang diatur didalamnya semuanya dilanggar oleh para pengambil kebijakan, pembuat kebijakan dan juga pengawas perundang-undangan sehingga, OTSUS hanya sebuah kiasan atau sebatas tulisan di atas kertas.
Terlepas dari semua itu karena secara nyata Papua merupakan suatu wilayah jajahan Indonesia bersama Kapitalisme global maka, tentu saja UU OTSUS tidak akan perna di implementasi secara nyata di Papua sebagai upaya memanusiakan orang asli Papua diatas tanah Papua. Sebagai bukti nyata dapat kita jumpai di berbagai segi kehidupan orang Papua. OTSUS yang di pandang adalah penyelamat kemudian berubah menjadi pembunuh yang secara terstruktur dan tersistematis yang dikemas dalam kebijakan OTSUS yang di dalamnya penuh dengan benih-benih politik devide et Impera sebagai metode penjajahan kolonial Belanda melalui VOC di Indonesia yang kembali diterapkan pemerintah Indonesia di Papua.
Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wamena, merupakan salah satu dari sekian bukti nyata yang dapat kita jumpai bahwa OTSUS adalah produk kepentingan politik Indonesia dan OTSUS GAGAL TOTAL. Dimana di RSUD Wamena yang adalah rumah sakit yang juga sebagai rumah sakit rujukan di wilayah pegunungan tengah, Papua fasilitas layanan kesehatannya yang tidak memadai, penyediaan obat-obatan yang sangat minim, penyediaan sarana prasarana pelayanan kesehatan yang kurang memadai mulai dari penyediaan air bersih bagi pasien, ruangan dan fasilitas didalamnya bagi pasien yang sangat tidak memadai dan bahkan jauh dari standard.
Akibat dari semua ini pasien kemudian harus membeli obat di luar di apotik, keluarga pasien harus mencuci perabotan makan pasien menggunakan air hujan hingga, dalam kondisi demikian pasien harus keluar dari rumah sakit walaupun belum benar-benar pulih bahkan, dalam kondisi tidak bernyawa sekalipun diagnosa penyakitnya tidak terlalu parah sehingga dalam angka kematian pun meningkat drastis setiap tahunnya.
Menurut data tahun 2017 sesuai dengan yang diberitakan media online tabloid jubi edisi 16 juni 2017 " Direktur RSUD Wamena, Dr. Felly G. Sahureka menyebutkan, pada 2015, persalinan sebanyak 1.888 orang dan tujuh orang meninggal. Kemudian pada 2016, sebanyak 2.009 orang yang melakukan persalinan dan enam orang ibu hamil diantaranya meninggal dunia.
Foto : Keluarga pasien mencuci perabotan makan menggunakan air hujan di RSUD Wamena |
“Sedangkan untuk bayi yang baru dilahirkan dari tahun 2016
lalu, dari total 2.009 jiwa, hanya 293 bayi yang hidup,” katanya. ( sumber : http://tabloidjubi.com/artikel-7104-tingkat-kematian-ibu-hamil-dan-bayi-di-rsud-wamena-meningkat.html). Selain itu informasi terbaru yang beredar melalui median sosial facebook yang dipublikasi melalui akun media sosial facebook pada 17 juni 2018 bahwa, karena kondisi air bersih yang tidak memadai RSUD bangsal II maka, keluarga pasien terpaksa mencuci perebotan makan pasien menggunakan air hujan. (Sumber : https://www.facebook.com/wetipo.mully. Lih. Video : Klik disini )
Data dan informasi ini sudah membuktikan bahwa sekali lagi OTSUS adalah sebuah program kebijakan politik Indonesia sebagai penjajah di atas tanah Papua bersama dengan tuan Kapitalisme global dalam upaya mengalihkan upaya perjuangan politik rakyat Papua pada masa itu. Selain itu sudah bisa dipastikan bahwa OTSUS tidak berhasil dan GAGAL TOTAL. Selain itu data ini pun hanya sebagian kecil namun, yang pasti adalah banyak persoalan dan penyelewengan kebijakan yang diluar dari UU OTSUS dan muatan politik devide et impera yang terjadi di mana-mana di seluruh tanah Papua.
Dengan demikian harus ada upaya atau jalan keluar sebagai sebuah solusi penyelesaian konflik dan sebagai upaya memutuskan mata rantai penindasan mulai dari Kolonialisme Indonesia, Kapitalisme dan Militer sebagai anjing penjaga dengan cara yang adil dan demokratis sesuai mekanisme internasional untuk rakyat Papua menentukan nasib masa depannya sendiri.
0 Komentar