Mama Papua menjual sayur dibawah lantai beralas karung |
*Mokar Wileka)
Ada fenomena yang "menarik" - mengganaskan di Papua sebagai satu kesatuan dari praktek penjajahan.
Papua merupakan wilayah jajahan kolonial Indonesia yang secara nyata menguasai secara politik dan imperialisme Amerika serikat dan sekutu yang secara nyata menguasai secara ekonomi sehingga, rakyat Papua sendiri terus dibantai dan tersingkir.
Kolonialisme dan imperialisme dengan nafsunya untuk menguasai dan mengeksploitasi rakyat dan segala sumber daya alam Papua terus melakukan berbagai upaya untuk terus melanggengkan penjajahan di Papua.
Agar nafsu mereka terus terpenuhi Imperialisme dan kolonialisme Indonesia telah berhasil membunuh kreativitas agar supaya bisa produktif dan mandiri sesuai berbagai potensi yang ada di atas tanah Papua dengan menciptakan ketergantungan.
Setelah dekade 1960-an sampai 1990-an dilakukan melalui operasi militer besar-besaran secara terbuka kini setelah memasuk dekade 2000-an Indonesia mulai mengubah praktek kebijakan untuk meredem tuntutan kemerdekaan Papua melalui kebijakan Otsus, UP4B dan sebagainya. Program Otsus, UP4B ini telah berhasil membuat orang Papua menjadi ketergantungan. Bergantung kepada otonomi khusus yang mengucurkan dana dan yang sesungguhnya berasal dari sebagian kecil dari pajak dan hasil eksploitasi kekayaaan alam Papua.
Melalui Otsus dan UP4B pemekaran dilakukan dengan ilusi membuka lapangan kerja dan demi kemajuan sehingga, hampir sebagian wilayah meminta pemekaran wilayah (provinsi, kabupaten, kota) dan dilegitimasi dengan setiap kepala daerah adalah orang asli Papua melalui UU. Otsus sehingga, orang Papua disibukan dengan aktivitas politik praktis dan tanpa disadari tersingkir dari sarana produksi (tanah), dan sektor ekonomi sehingga, secara nyata sektor ekonomi dikuasai oleh para pemilik modal (kapitalis) dan bahkan ditingkat usaha yang kecil, seperti ruko, kios, bahkan jualan pinang, sagu dan hasil bumi pun dikuasai oleh kaum transmigran yang dibina dan dilindungi langsung secara khusus oleh negara kolonial Indonesia. Dengan demikian setelah rakyat Papua dibantai dengan operasi militer, di hegemoni dengan kebijakan Otsus dan kini rakyat Papua tersingkir disektor ekonomi.
Setelah para transmigran binaan negara ini menguasai sektor ekonomi kecil (kios, ruko dan jualan hasil bumi - sagu, pinang, dan sebagainya) hingga pada tahapan komunitas (paguyuban-paguyuban) kini sudah pada tahapan mulai menguasai panggung politik praktis dengan menjadi Bupati, walikota dan duduki kursi parleman. Dengan demikian sudah semakin menipis bagi rakyat Papua sekalipun dalam politik praktis kolonial.
Kondisi ini merupakan kondisi yang sudah sedemikian rupa diatur oleh imperialisme dan kolonialisme untuk menciptakan ketergantungan, kemiskinan (dimiskinkan) hingga, mengakibatkan terciptanya isu rasisme di Papua (antara transmigran dan orang Papua). Dalam kondisi yang sudah semakin memburuk dan diapit oleh berbagai sektor penindasan rakyat Papua ini sekali lagi merupakan dilakukan dan dikondisikan oleh negara kolonial Indonesia dibawah kontrol imperialisme.
Dengan melihat kondisi demikian sudah seharusnya tidak lagi menggantungkan harapan kepada Indonesia dengan berbagai paket Otsus dan kursi parlemen dan pemekaran sebagai paket penjajahan dan sudah seharusnya memikirkan sebuah alternatif baik secara ekonomi maupun politik (diluar NKRI) secara mandiri. (*)
0 Komentar