Ilustrasi (sumber : Palapanews.com) |
*Mokar Wileka)
Reforma agraria : Tanah dikuasai oleh negara dan dibagikan secara merata kepada para petani untuk mengolah tanah demi kebutuhan hidup.
Karena, tanah-tanah di Indonesia sudah dikuasi oleh para pemodal sehingga, reforma agraria ini mau mengembalikan tanah kepada petani secara formal oleh negara melalui Undang-undang Pokok Agraria. Undang-undang Pokok angraria ditetapkan oleh Soekarno pada tahun 1960.
Pasca 1965 setelah pembantaian terhadap PKI dan Soekarno dilengserkan oleh militer dibawah kontrol imperialisme Amerika serikat reforma agraria sejati ala Soekarno pun dihancurkan, tanah² rakyat dikuasai oleh pemodal yang bersetongkol dengan rezim militeristik Soeharto. Pasca itu Undang-Undang penanaman modal asing diberlakukan sejak saat itu semua produk hukum berorientasi pada pemilik modal demi kepentingan modal.
Tanah² rakyat diambil alih oleh pemilik modal termasuk PT. Freeport Mc. Moran yang hadir sejak 1967 diteken kontrak sebelum status politik Papua diselesaikan. Hal ini terus terjadi hingga saat ini semua diorientasikan demi kepentingan pemilik modal.
Reforma ala Jokowi : Bagi sertifikat gratis ini merupakan halusinasi dari reforma agraria sejati dan menutupi berbagai konflik agraria di Indonesia.
Logika reforma agraria ala Jokowi adalah logika pasar. Dimana sertifikat itu diberikan untuk kemudian dijadikan sebagai modal/investasi dibank untuk melakukan peminjaman ke bank untuk bangun usaha namun, hal ini rentan dengan monopoli tanah oleh bank dan bank adalah milik swata/pemodal sehingga, menjadi ajang jual beli modal dengan demikian yang bermodal besar tentunya akan menang dan menguasai semua sarana dan alat produksi - pabrik dan sebagainya.
Papua dan sertifikat tanah ini merupakan penerapan yang sejatinya sangat kontradiktif sebab, persoalan politik belum selesai hingga kini dan hal ini adalah retorika untuk mengaliniasi pada persoalan sektoral. Kedua, kontradiktif dengan pola kepemilikan tanah secara kolektif. Tanah marga dan tanah suku atau tanah adat yang dimiliki secara bersama dipetak-petakan dan diubah menjadi milik pribadi (privatisasi tanah)
Tanah merupakan sarana produksi dasar. Diatas tanah manusia berhubungan dengan alam dan manusia lain dan melakukan kerja-kerja sesuai kebutuhan. Diatas tanah manusia tanam bahan makan untuk dimakan, diatas tanah dan atau di dalam tanah sumber daya alam terkandung, diatas tanah manusia membangun rumah, bangun pabrik, dll. Sehingga, kapitalisme yang memiliki watak menghisap dan mengeksploitasi demi kepentingan mengakumulasi modal harus terlebih dahulu memonopoli tanah sebagai sarana produksi agar manusia kehilangan tanah sebagai sarana produksi dan akibat dari kehilangan sarana produksi maka, manusia menjadi tenaga upahan atau menjadi buruh - menjual tenaga kerja kepada pemodal untuk memenuhi kebutuhan sedangkan secara nyata watak kapitalis yang berorientasi pada akumulasi modal secara nyata akan menimbulkan persoalan baru atau singkat seperti persoalan seperti buruh upahan lainnya.
Memprivatisasi tanah melalui membagi sertifikat tanah adalah jalan menuju perampasan tanah oleh pemodal dan menyingkirkan manusia dari sarana produksi atau tanah itu sendiri sebagai syarat masuknya kapitalisme.
Hal yang harus dipertahankan adalah kepemilikan kolektif harus dipertahankan dan diolah oleh masyarakat adat sesuai kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya ? Apakah melalui jalur konstitusi ataukah melalui kekuatan masa -masyarakat adat yang adalah kelompok masyarakat yang punya tanah dan yang berhubungan langsung dengan tanah ?
Jika, dalam melindungi hak atas tanah adat melalui jalur konstitusi atau lembaga negata atau pemerintah maka, secara formal pemerintah memiliki suatu heararki yang berkesinambungan dari pusat hingga daerah dan saat ini secara nyata pemerintah sejak 1965 sampai hari ini dikontrol oleh imperialis Amerika serikat dan kaum imperialis lainnya yang memiliki napsu mengakumulasi modal dengan demikian tentunya implementasinya akan bermuara pada kepentingan imperialisme.
Jika, melalui kekuatan masa masyarakat adat tentunya memiliki kekuatan yang besar sebab, masyarakat adat tidak berhubungan dengan pemodal sehingga, tidak akan mungkin berjuang demi kepentingan modal dan yang kedua, masyarakat adat-lah yang berhubungan langsung dengan tanah sehingga, perjuangannya akan lebih baik dan mengatur pengolahan tanah dan kepemilikan kolektif secara adat.
Yang perlu digaris bawahi adalah persoalan agraria - perampasan tanah adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari praktek kolonisasi atau penjajahan oleh negara kolonial Indonesia dibawah kontrol imperialisme maka, untuk menyalesaikan persoalan agraria akan terselesaikan apa bila kolonialisme dan imperialisme musna dari atas tanah Papua. Selama kolonialisme dan imperialialisme masih belum dihacurkan dari atas tanah Papua maka, selama itu juga persoalan agraria dan persoalan-persoalan lainnya masih akan terus terjadi diatas tanah Papua. Hanya dengan Papua Merdeka - Bebas dari cengkraman kolonialisme dan imperialisme yang akan mengakhiri berbabagai persoalan diatas tanah Papua.
0 Komentar