Persoalan keinginan rakyat Papua untuk merdeka dari kolonialisme Indonesia selalu dipandang negatif oleh berbagai lembaga negara. gerakan pembabasan nasional bangsa Papua seperti AMP, KNPB, ULMWP, TPNPB selalu dianggap sebagai gerakan separatis, makar, pemberontak, anti pembangunan dan bahkan sebagai gerakan terorisme dan lain sebagainnya sehingga, dianggap tindakan melanggar hukum dan sebagai musuh negara yang harus diberangus.
Cap atau stigmatisasi yang dibangun oleh negera ini adalah sebagai upaya untuk membentuk kontruksi berpikir seluruh rakyat Papua, Indonesia dan dunia internasional terhadap perjuangan rakyat Papua untuk bebas dari cengkraman kolonialisme dan kecaman imperialisme Amerika serikat dan sekutunya yang secara nyata menindas rakyat Papua sejak tahun 1960-an hingga kini.
Hari ini (Kamis, 2 Maret 2019) dalam pemberitaan media cetak lokal Papua (Cepos) kapolda Papua mengatakan " teriak merdeka kita tangkap" ini adalah salah satu contoh nyata yang dilakukan oleh institusi negara dalam upaya mengkontruksi atau membangun opini publik agar beranggapan bahwa, jika berbicara merdeka akan ditangkap maka, jangan berbicara Papua merdeka jika, tidak ingin ditangkap. Ini adalah pernyataan yang konyol oleh institusi negara sebab, sangat tidak logis dan tidak objektif dan bahkan pernyataan yang melanggar hukum pula. Sehingga, penting untuk meninjau keabsahan soal pernyataan ini.
Sudut Pandang Sejarah
Berdasarkan fakta sejarah peradaban, perjuangan rakyat bangsa Papua Barat secara de facto dan de jure telah mendeklarasikan kemerdekaan pada 1 desember 1961 di Hollandia (Jayapura) lengkap dengan berbagai perangkat negaranya sehingga, klaim Indonesia bahwa, Papua bagian dari Indonesia berdasarkan sejarah aneksasi (Indonesia sebut Integrasi) pada 1 mei 1963 dan atas dasar pepera 1969 yang telah dimenangkan oleh Indonesia adalah tidak benar. Sebab, sebelum proses aneksasi 1963 dan pepera 1969 rakyat Papua telah mendeklarasikan kemerdekaan. Persoalan aneksasi dan pepera adalah siasat busuk negara kolonialisme Indonesia dan Imperialisme Amerika serikat untuk merasionalkan proses re-kolonialisasi dan penghisapan yang akan dilaksanakan dan bahkan sebelum aneksasi pun telah dilaksanakan operasi militer 1962.
Sehingga, jika negara Indonesia mengklaim atas proses aneksasi dan kemenangan pepera 1969 adalah tidak benar dan tidak mendasar sebab, Papua Barat sudah mendeklarasikan kemerdakaan jauh sebelum.
Landasan Hukum, HAM dan Demokrasi
Persoalan kemerdakaan setiap bangsa yang menghendaki kemerdekaannya adalah bagian dari hak asasi manusia. hai ini dijamin dalam konvenan perserikatan bangsa-bangsa soal hak sipil dan hak politik.
Selain itu dalam pembukaan undang-undang dasar negara Indonesia pun tertulis "Kemerdekaan ialah hak segalah bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan keadilan - Pembukaan UUD 1945. selain itu dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi manusia serta UU No. 02 tahun 2005 tentang hak sipil dan politik pun dijamin soal kemerdekaan suatu bangsa termasuk bangsa Papua Barat yang ingin merdeka dari kolonialisme Indonesia. Selain undang-undang soal menyampaikan pendapat entah itu secara lisan maupun tulisan tentang hal apa pun termasuk Papua merdeka pun dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 E dan UU. No. 09 tahun 1998.
Dengan demikian tindakan apa yang merupakan tindakan melanggar hukum sedangkan secara konstitusional di jamin dan dilindungi.
Tindakan melanggar hukum
Sedangkan secara nyata dalam implementasinya proses penengakan hukum sesuai aturan (Konstitusi) hukum yang berlaku di negara ini dilanggar oleh negara dan juga penegak hukum termasuk polda Papua. Pernyataan polda Papua soal yang bicara merdeka akan ditangkap ini merupakan pernyataan yang tidak mendasar dan secara nyata adalah melanggar hukum sebab, berbicara soal Papua merdeka dijamin secara konstitusional.
Dalam peranturan kapolri nomor 8 tahun 2009 pun mengatur soal kerja-kerja kepolisian yang harus profesional dan menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia termasuk menyampaikan hak politik soal Papua merdeka sehingga, pernyataan kapolda Papua soal yang berbicara Papua merdeka akan ditangkap adalah pernyataan tidak profesional dan melanggar hukum sebab secara nyata tidak tunduk dan patuh pada konstitusi sedangkan kepolisian adalah institusi penegak hukum selain itu juga, sebagai bentuk intimidasi dan ancaman yang tercantum dalam KUHP.
Perbedaan dalam penegakan hukum
Rakyat Indonesia yang menuntut keadilan atas berbagai pelanggaran HAM kerapkali dibenturkan dengan pasal keret (pasal yang diperuntukan untuk mengkriminalisasi) sedangkan secara nyata mereka adalah korban pelanggaran HAM terutama rakyat kecil atau rakyat miskin.
Apa lagi rakyat Papua yang adalah bangsa lain dan kedudukan Indonesia di Papua Barat yang adalah ilegal sesuai fakta sejarah sehingga, Indonesia berkedudukan sebagai penjajah di atas tanah Papua Barat dengan niat menjajah dan mengeksploitasi sumber daya alam.
Dengan demikian perlu dipertanyakan soal penegakan hukum di Indonesia ini berlandaskan pada apa sedangkan, secara konstitusional di jamin dan dilindungi ? Mungkin benar kata orang " Hukum tumpul ke atas tajam ke bawah "
Kesimpulan
Dengan demikian persoalan bicara merdeka termasuk Papua merdeka adalah bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang dijamin dalam hukum internasional maupun hukum Indonesia, selain itu berbicara soal Papua merdeka di depan umum juga bagian dari hak berdemokrasi sehingga, tidak benar jika, dibilang adalah perlakuan melanggar hukum namun, negara Indonesia-lah yang melanggar hak atas kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Pernyataan polda Papua adalah bentuk intimidasi dan ancaman yang melanggar hukum, yang sengaja dilakukan agar rakyat Papua merasa terintimidasi dan tidak lagi berbicara Papua merdeka.
_
Penulis : Ap Huwi
2 Komentar
Hormat sangat benar, dengan pernyataan dari polda papua seperti itu, ia hanya menakut-nakuti oap, agar tdk berbicara mengenai Papua merdeka.
BalasHapusTetapi sejarah telah ada dan hukum pun telah tercatat.
Lawan✊
Salam juang waaa
Hormat..
Hapus